Babak Baru Pariwisata di Sukabumi

Dalam acara  Bimbingan Teknis Potensi Pariwisata Mancanegara yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, salah seorang pemateri menyebutkan " Sukabumi merupakan sorga di Tatar Pasundan." Tentu saja ungkapan menarik ini bukan merupakan luapan hiperbolik dan berlebihan karena secara kasat mata wilayah ini memiliki berbagai keanekaragaman potensi baik sumberdaya alam maupun mineral.

Kehadiran obyek wisata Geopark Ciletuh –beberapa tahun lalu- seolah telah mengubah cara pandang dan paradigma pemerintah serta masyarakat Sukabumi dalam memberikan kesan lebih terhadap kampung halamannya sendiri. Betapa, keindahan dan potensi alam di Sukabumi ini tidak kalah jauh dengan potensi-potensi yang dimiliki oleh daerah lain seperti Bali.

Beberapa bulan lalu, tulisan saya: Sagaranten hingga Cidadap, Sawarga Maniloka di Sukabumi diterbitkan oleh harian ini dengan tujuan untuk membuka cakrawala berpikir kita tentang kemolekan Sukabumi ini. Brouwer –meskipun dalam cakupan lebih luas – menyebutkan, daerah ini (Nusantara) diciptakan oleh Tuhan saat Dia sedang tersenyum.

Opini dan wacana yang berkembang bukan hanya di Sukabumi sendiri, secara nasional, Geopark Ciletuh dalam pemberitaan National Geographic ditulis, Geopark Ciletuh telah  dikukuhkan oleh UNESCO sebagai Geopark Nasional. Kementerian ESDM menargetkan Geopark Ciletuh menjadi UNESCO Global Geopark di tahun 2017 mendatang. 

Berbagai potensi alam lain –malah masih lebih banyak – dan belum terpublikasikan dan ditemukan di Sukabumi. Kecenderungan yang lebih dominan saat ini yaitu, siapapun masyarakat Sukabumi terutama berbagai komunitas telah memiliki semangat dalam mempublikasikan potensi-potensi daerahnya. Kecenderungan ini menjadi satu alasan, Kota dan Kabupaten Sukabumi akan mewujud menjadi obyek wisata terluas di Negara ini. 

Harus diakui, keterlibatan komunitas-komunitas di Sukabumi telah menjadi domain lahirnya obyek-obyek wisata baru di daerah ini. Di Desa Padaasih, para pemuda dan berbagai komunitas telah menjadi pelopor munculnya obyek wisata Gunung Sunda. Sampai saat ini, jumlah pengunjung domestik telah mencapai 1.000 – 1.500 orang di hari libur. Prestasi ini merupakan nilai signifikan bagi obyek wisata baru.

Jika kita membandingkan Sukabumi dengan obyek wisata di daerah lain seperti Bali, daerah yang disebutkan terakhir memang lebih dikenal oleh wisatawan mancanegara daripada Sukabumi. Hal ini berbanding lurus dengan budaya masyarakat dan regulasi pemerintah daerah tersebut. Promosi besar-besaran telah dilakukan oleh pemerintah Bali bahkan mendapat dukungan penuh pemerintah pusat sejak era Orde Baru. Di zaman itu, masyarakat Sukabumi hanya baru mengenal Pelabuhanratu, Selabintana, Pondok Halimun, Warnasari sebagai obyek wisata.

Ujunggenteng saja baru menjadi destinasi wisata di penghujung tahun 90-an. Sebelumnya, Ujunggenteng lebih sering dikunjungi oleh para siswa dari Sekolah Menengah Atas dan Mahasiswa  Perguruan Tinggi yang memiliki kepentingan dalam penelitian ilmiah.

Ada hal berbeda antara wilayah Kota dan Kabupaten Sukabumi. Kota Sukabumi menghadapi persoalan dalam pembangunan dan pengembangan obyek-obyek wisata baru karena kekurangan sumberdaya dan potensi alam, tidak ditemui gunung dan pantai di wilayah ini, sungai Cimandiri berbatasan langsung dengan wilayah kabupaten. Sampai tahun 98, pemandian air panas Cikundul masih merupakan obyek wisata yang dikelola oleh masyarakat setempat secara individual. Daerah ini merupakan salah satu desa pemekaran yang terletak di Kecamatan Baros sebelum dimekarkan menjadi Kecamatan Lembursitu.  

Kekurangan sumberdaya dan potensi alam di Kota Sukabumi menjadi salah satu penyebab jarang sekali kegiatan kepariwisataan dan pengembangan budaya serta kearifan lokal diusulkan oleh masyarakat dalam kegiatan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) selama hampir satu dasawarsa. Ini juga berbanding lurus dengan sasaran utama Pemerintah Kota masih terfokus pada tiga sasaran: pendidikan, kesehatan, dan daya beli masyarakat. 

Pariwisata menemukan harapan baru di Kota Sukabumi ini ketika Lembursitu dicanangkan sebagai kawasan strategis wisata alam. Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menentukan zona-zona wisata, bagian utara sebagai zona wisata kuliner, wilayah selatan sebagai zona wisata alam. Zonasi wisata di daerah selatan sudah tentu harus disertai regulasi dari pemerintah tentang konsevasi dan pengamanan alih fungsi lahan. Degradasi lahan pertanian ke lahan pemukiman menjadi masalah juga bagi Kota Sukabumi. 

Pemerintah Kota Sukabumi harus mencari jalan keluar yang tepat dalam membangun dan melahirkan obyek-obyek wisata baru. Para aktivis dan komunitas seperti Sukabumi Heritages, Bumi Kreatif telah memberikan solusi alternatif tentang pengelolaan heritages-heritages di Sukabumi. Sayangnya, Kota Sukabumi sendiri sampai saat ini belum menemukan citra atau 'branding' khusus sebagai identitas wilayahnya.

Kang Warsa

Dikirim dari ponsel cerdas BlackBerry 10 saya dengan jaringan Indosat.

Posting Komentar untuk "Babak Baru Pariwisata di Sukabumi"